Pria ini bernama Li. Li dibesarkan di keluarga yang tak mampu. Setelah ia lulus SMA, ia pergi merantau untuk mencari uang, setidaknya ia bisa menghidupi dirinya sendiri. Li pernah bekerja jadi tukang perbaikan, karyawan kedai minuman, bahkan supir taksi paruh waktu. Waktu menjadi supir taksi, ia menuntut dirinya untuk menghasilkan NTD 2000 (sekitar 800ribu rupiah) sehari atau ia tidak akan pulang. Akhirnya di usianya yang baru 26 tahun, ia berhasil membeli rumah pertamanya.
Setelah menikah, ia menginginkan kehidupan yang lebih baik untuk istri dan anak-anaknya. Ia pun masuk ke sebuah perusahaan marketing dan memulai dari bawah. Setelah 12 tahun berjuang, akhirnya dia menjadi direktur eksekutif yang mengelola lebih dari seratus karyawan di usia 38 tahun.
Saat ia merasa seluruh hidupnya telah teratur dengan baik, tubuhnya mulai bermasalah. Awalnya dokter mengira masalah ia hanya mengalami infeksi telinga, tapi makan obat juga tidak sembuh-sembuh. Begitu check up, ternyata ia sudah mengidap kanker nasofaring stadium akhir dan tingkat kelangsungan hidupnya hanya 10% selama 2 tahun ke depan...
Tahun itu, ia berusia 43 tahun, tengah berada di puncak kehidupannya. Mendengar vonis dokter, ia sama sekali tidak menangis atau emosional, malah tetap tenang dan bertanya kepada dokter, "Lalu apa?"
Li pun kemudian mengesampingkan semua bisnisnya dan mengikuti petunjuk dokter. Agar tidak terlihat penyakitan, ia rutin berolahraga. Moodnya pun menjadi baik setiap kali olahraga.
Sambil tertawan, Li berkata, setiap kali selesai berolahraga, ia merasa seperti terlahir kembali. Attitude positifnya amat luar biasa!
Tetapi Li masih harus melakukan kemoterapi. Efek samping dari radiasi-radiasi itu membuat telinga kirinya tidak bisa mendengar, kehilangan indera perasanya, mulut kering dan leher kaku. Tapi, Li tetap positif dan malah bercanda, "Jadi kalau saya mau dengar orang ngomong apa, saya harus berdiri di sebelah kirinya hahaha!"
Li juga mengatakan, "Selain hidup dan mati, yang lain semuanya hal kecil." Ia sering menggunakan kata-kata ini untuk mendorong dirinya dan teman-temannya. "Apapun masalah yang kamu hadapi, bila dihadapkan dengan hidup dan mati, masalah itu akan menjadi sangat sepele."
Li menganggap kankernya itu adalah sekedar flu, karena gejalanya sama. Dengan begitu, ia akan merasa lebih kuat untuk melawan penyakitnya. Asal mengikuti saran dokter, ia akan bisa sembuh.
Dia mengatakan bahwa banyak pasien kanker yang merasa sangat putus asa ketika menghadapi kemoterapi, sebenarnya dia sendiri juga. Tapi ia terus berpikiran, ia masih belum membawa anak, istri dan cucunya keliling dunia! Demi mewujudkan mimpi itu, ia berusaha untuk tegar dan memenangkan pertempuran ini.
Teman-temannya berpendapat Li sama sekali tidak seperti orang sakit. Li pun bercanda bilang, "Aku tidak akan mati begitu mudah. Suatu hari aku akan sembuh!"
2 tahun terkahir ini, sel kankernya sudah menjalar ke hati, tetapi Li masih tetap saja tersenyum dan optimis. Li berkata kepada istrinya, "Jika aku bisa hanya bisa hidup sampai hari ini, saya ingin mengatakan kepada istri dan anak-anak saya, saya benar-benar mencintai mereka. Aku sudah berusaha sekuat tenaga. Semoga anak-anak saya bisa merawat ibu mereka dengan baik."
Mencari uang boleh, tapi jangan sampai mengorbankan kesehatan, karena kesehatan, hidup dan mati adalah diatas segala-galanya.
Sumber: pixpo